KAMAKAMU – Verrel Bramasta baru-baru ini mengkritik cara kerja media setelah dirinya diberitakan sedang bermain ponsel saat rapat komisi DPR RI. Verrel menjelaskan bahwa saat itu ia bukan bermain game atau membuka media sosial, melainkan sedang mencari materi yang tersimpan di ponselnya.
Kekecewaannya memuncak karena menurutnya media tidak mengonfirmasi kebenaran sebelum memberitakan kejadian tersebut.
Trik Fokus Saat Bekerja Agar Lebih Produktif
Ketidakpuasan Verrel Terhadap Media
Verrel merasa bahwa pemberitaan yang disebarkan tanpa klarifikasi seolah-olah memojokkannya.
“Sangat disayangkan jika ada media yang menulis tanpa memastikan kebenarannya, sehingga tampak seperti memprovokasi. Padahal seharusnya media bisa menyajikan kedua sisi cerita,” ungkap Verrel.
Ia juga menambahkan bahwa pemberitaan yang hanya mengedepankan satu sudut pandang dapat menciptakan kesan yang tidak adil.
Lebih lanjut, Verrel merasa bahwa pemberitaan tersebut telah merusak citranya di mata publik. Menurutnya, media seharusnya tidak membuat publik semakin skeptis terhadap dirinya, apalagi dengan berita yang menurutnya tidak berimbang.
“Hasil dari berita semacam itu pasti akan membuat banyak orang semakin ragu. Tapi saya paham, dan menurut saya tidak masalah. Selama ini netizen memang sudah biasa bersikap seperti itu kepada saya, jadi saya sudah cukup kuat,” katanya dengan tegas.
Maudy Asmara Menyoroti Pernyataan Verrel
Tanggapan Verrel terhadap media menarik perhatian pegiat media sosial, Maudy Asmara. Dalam sebuah unggahannya, Maudy mengomentari pernyataan Verrel yang membahas soal etika jurnalistik.
“Lah ngomongin etika? Verrel Bramasta mengkritik etika jurnalistik karena tidak terima diberitakan bermain HP saat rapat DPR,” tulis Maudy.
Komentar ini menuai perhatian dari netizen yang setuju dengan pendapat Maudy. Banyak yang merasa bahwa Verrel lebih terkesan menyalahkan pihak lain daripada melakukan introspeksi.
Respon dari masyarakat menunjukkan bahwa kritik terhadap media perlu disampaikan secara bijak. Verrel Bramasta mungkin merasa tidak diperlakukan adil oleh media, namun masyarakat juga berharap agar ia lebih terbuka untuk melakukan evaluasi diri.*