KAMAKAMU – Pernyataan Ustaz Abdul Somad (UAS) kembali menjadi perbincangan setelah ia mengomentari kebijakan pemerintah terkait program pemberian makanan bergizi gratis (MBG) bagi anak-anak.
Menurut UAS, peran utama negara bukanlah memberi makan anak-anak, melainkan memastikan para kepala keluarga memiliki pekerjaan yang layak agar bisa menafkahi keluarganya.
Danantara Diluncurkan Presiden Prabowo Hari Ini, Ekonom Beri Tanggapan
“Tugas negara itu bukan ngasih makan anak. Tugas negara itu ngasih kerja kepada bapaknya,” ujar UAS dalam ceramah yang dikutip dari akun Instagram @folkkonoha pada Senin, 24 Februari 2025.
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab utama dalam memenuhi kebutuhan anak-anak seharusnya tetap berada di tangan orang tua, bukan pemerintah.
“Anaknya ya diurus bapaknya. Ngapain negara ngurus?” tambahnya.
Lebih lanjut, UAS berpendapat bahwa kebijakan yang lebih tepat adalah menciptakan lapangan kerja yang luas sehingga para orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak-anak mereka dengan mandiri.
“Negara itu menyediakan lapangan kerja. Bapaknya punya gaji, ngasih makan anaknya bergizi. Begitu konsepnya,” jelasnya.
Selain itu, UAS juga menyoroti sulitnya mendapatkan pekerjaan di tengah meningkatnya angka pengangguran. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih fokus dalam menyelesaikan permasalahan ini daripada sekadar memberikan makanan gratis. Ia juga mempertanyakan efisiensi penggunaan dana APBN untuk program tersebut.
“Bagaimana anak dikasih makan dari APBN, sementara ayahnya dibiarkan tidak punya pekerjaan?” tegasnya.
Di sisi lain, Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, pernah menyampaikan pendapatnya mengenai implementasi program makan siang gratis yang menjadi salah satu kebijakan utama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
Dalam wawancara di kanal YouTube Najwa Shihab pada Jumat 5 Juli 2024 Ahok menilai bahwa pelaksanaan program ini sebenarnya cukup sederhana.
“Ini praktis, apa yang susah,” kata Ahok ketika membahas implementasi kebijakan tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa seorang pejabat pemerintahan pernah meminta pendapatnya mengenai cara menjalankan program ini. Ahok dengan yakin mengatakan bahwa permasalahan tersebut bisa diatasi dengan mudah asalkan menggunakan metode yang tepat.
Namun, ia juga menyinggung bahwa pendekatan yang diusulkannya mungkin tidak disukai oleh sebagian pihak, terutama mereka yang ingin mengambil keuntungan dari proyek pengadaan.
“Masalahnya kalau kayak gitu, mungkin yang mau jadi supplier enggak kebagian aja kali ya. Makanya cara Ahok orang enggak suka,” ujarnya sambil tertawa.
Ahok berpendapat bahwa dibandingkan menggunakan sistem pengadaan yang rentan terhadap praktik korupsi dan pemborosan, akan lebih baik jika anggaran langsung diberikan kepada orang tua murid. Dengan cara ini, orang tua bisa mengatur dana tersebut untuk menyediakan makanan sehat bagi anak-anak mereka.
“Duitnya berapa. Kasih ke emaknya. Emaknya masak sesuai yang emaknya suka. Bayangin kalau satu anak dapat Rp50 ribu. Kalau dia punya tiga anak dapat Rp150 ribu,” jelasnya.
Sebagai bentuk pengawasan, ia menyarankan agar pihak sekolah memberikan panduan menu kepada orang tua mengenai bahan makanan yang perlu disiapkan. Dengan sistem ini, ia yakin bahwa anggaran akan lebih efisien, mengurangi potensi penyalahgunaan, serta memberikan dampak langsung pada kesejahteraan keluarga.
“Sekolah kasih menu. Kalau enggak duitnya gue cabut nih. Sudah, daripada pengadaan ada yang ambil untung. Ada packing, ada tender,” katanya.
Ahok juga menyoroti manfaat lain dari kebijakan ini, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi pas-pasan. Menurutnya, bantuan ini akan membuat mereka lebih mudah mendapatkan makanan bergizi seperti daging dan susu yang sebelumnya sulit dijangkau.
“Bayangin kalau orang hidupnya pas-pasan. Dapat susu Rp50 ribu buat belanja. Makan daging sama kakaknya, semua emak bapaknya makan semua. Adiknya juga belum sekolah makan. Sederhana toh,” pungkasnya.*