Strategi Marketing Sprite Menghilangkan Label Plastik di Botol

  • Bagikan
Sprite com
Sprite com

KAMAKAMU – Pernah kepikiran nggak sih, gimana jadinya kalau sebuah merek besar tiba-tiba mengubah identitasnya yang udah melekat banget? Nah, baru-baru ini, Sprite bikin gebrakan yang cukup mengejutkan.

Mereka memutuskan untuk menghilangkan label plastik berwarna hijau yang selama ini jadi ciri khas botolnya.

Padahal, label itu kan identitas utama mereka, tempat logo produk tercantum. Kira-kira, langkah ini brilian atau malah blunder ya?

8 Prinsip Neurodesain Marketing yang Wajib Kamu Tahu!

Alasan di Balik Keputusan Berani Sprite

Dilansir dari YouTube Marketeers TV pertama-tama, alasan utama Sprite melepas label plastik adalah untuk mendukung program pengurangan sampah plastik.

Mereka sadar betul, generasi muda sekarang, terutama Gen Z, sangat peduli dengan isu lingkungan. Mereka punya literasi yang tinggi dan sadar akan dampak polusi.

Dengan menghilangkan label plastik, Sprite berharap bisa mengurangi sampah yang sulit didaur ulang.

Selain itu, langkah ini juga jadi strategi untuk menguji seberapa kuat sih brand awareness Sprite di mata konsumen.

Mereka pengin tahu, apakah konsumen masih bisa mengenali Sprite hanya dari bentuk botol beningnya, tanpa label yang mencolok.

Gimana Konsumen Memproses Perubahan Ini?

Dalam dunia marketing, ada dua jenis perhatian konsumen: top-down attention dan bottom-up attention.

Top-down attention terjadi saat konsumen udah punya gambaran jelas tentang apa yang mereka cari.

Misalnya, mereka udah niat beli Sprite, jadi mereka akan mencari botol bening dengan logo emboss.

Sementara itu, bottom-up attention terjadi saat konsumen nggak punya niat spesifik. Mereka cuma lihat-lihat, dan perhatian mereka tertuju pada hal-hal yang menarik perhatian.

Dalam kasus Sprite, botol tanpa label ini justru bisa jadi daya tarik tersendiri karena kontras dengan botol minuman lain di rak supermarket.

Membangun Brand Lebih dari Sekadar Logo

Selama ini, banyak brand membangun identitas mereka lewat logo yang besar dan mencolok.

Tapi, Sprite membuktikan bahwa ada cara lain yang lebih implisit, misalnya lewat warna, desain, atau gaya komunikasi.

Cara-cara implisit ini punya keunggulan tersendiri. Brand jadi lebih mudah dikenali, bahkan tanpa simbol-simbol yang eksplisit.

Selain itu, konsumen juga jadi lebih terhubung secara emosional dengan brand.

Apakah Ini Langkah yang Tepat?

Tentu saja, keberhasilan strategi ini masih harus dibuktikan. Apakah konsumen akan tetap mengenali Sprite tanpa label? Apakah langkah ini benar-benar efektif mengurangi sampah plastik? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.

Pada intinya, Sprite sudah berani keluar dari kebiasaan umum, dan mencoba hal baru. Ini dapat menjadi contoh, bahwa membangun sebuah merk, tidak harus selalu terpaku pada sesuatu yang eksplisit.

Dari langkah yang diambil Sprite, kita bisa belajar bahwa membangun brand itu nggak melulu soal logo yang besar dan mencolok. Ada banyak cara lain yang lebih kreatif dan inovatif.

Selain itu, kita juga belajar bahwa konsumen sekarang semakin peduli dengan isu lingkungan. Brand yang punya komitmen terhadap keberlanjutan punya peluang lebih besar untuk sukses.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

16 + = 26
Powered by MathCaptcha