Novel Baswedan: Hasto Harusnya Jadi Tersangka Sejak 2020

  • Bagikan
Novel Baswedan doc RRI
Novel Baswedan doc RRI

KAMAKAMU – Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengungkapkan bahwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto seharusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak tahun 2020.

Pernyataan tersebut memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk Pegiat Media Sosial Chusnul Chotimah, yang menilai penegakan hukum di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.

“Hukum Indonesia sudah rusak,” ujar Chusnul dalam unggahannya di platform media sosial X, Kamis (26/12/2024).

Respons Terhadap Penundaan Kasus

Chusnul menyatakan, meski tidak mempermasalahkan unsur kerugian negara dalam suatu kasus, penegakan hukum seharusnya berjalan sesuai dengan bukti yang tersedia.

7 HP Vivo Terbaru Turun Harga di Desember 2024, Mana yang Paling Worth It?

Menurutnya, jika bukti dugaan korupsi sudah cukup, tindakan tegas harus segera dilakukan.

“Saya tidak pernah mempermasalahkan ada atau tidaknya kerugian negara. Selama ada bukti korupsi, proses hukum harus dijalankan,” ungkapnya.

Namun, ia menyayangkan penanganan kasus Hasto yang justru terkesan diabaikan selama bertahun-tahun.

“Penundaan penanganan kasus seperti ini hanya menjadi alat untuk mencapai kepentingan tertentu,” tambah Chusnul.

Lebih jauh, ia mengkritik adanya ketidakadilan dalam perlakuan terhadap tersangka korupsi.

Menurutnya, individu yang dekat dengan penguasa cenderung dilindungi, sementara mereka yang dianggap sebagai ancaman politik dihukum dengan keras.

“Jika seseorang menjadi teman penguasa, maka dibiarkan. Namun, saat menjadi lawan, hukum ditegakkan tanpa kompromi. Bagaimana mungkin korupsi bisa diberantas?” tutupnya.

Novel Baswedan Soroti Peran Firli Bahuri

Novel Baswedan juga memberikan keterangan kepada awak media pada Rabu (25/12/2024) terkait penanganan kasus tersebut.

Ia mengungkapkan bahwa pada awal 2020, usai Operasi Tangkap Tangan (OTT), penyidik KPK sebenarnya sudah mengusulkan penetapan Hasto sebagai tersangka berdasarkan bukti yang ditemukan. Namun, pimpinan KPK kala itu menolak untuk menindaklanjutinya.

“Seingat saya, sejak awal tahun 2020 saat OTT berlangsung, penyidik sudah mengusulkan Hasto menjadi tersangka berdasarkan bukti yang ada. Tetapi, pimpinan KPK tidak memberikan persetujuan,” kata Novel.

Lebih lanjut, Novel menduga ada peran mantan Ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus ini. Ia menuding Firli membocorkan informasi OTT sehingga memberikan kesempatan bagi Hasto untuk mengamankan bukti terkait Harun Masiku.

“Jika diteliti lebih mendalam, masalah ini terjadi karena setelah penangkapan Wahyu Setiawan di bandara, tiba-tiba ada pimpinan KPK, seingat saya Firli Bahuri, yang memberikan pernyataan ke media soal OTT terhadap komisioner KPU,” ujarnya.

Novel menyoroti bahwa tindakan tersebut justru melemahkan proses penegakan hukum, terutama dalam kasus besar yang melibatkan aktor politik.

Pandangan ini semakin memperkuat kritik terhadap integritas lembaga antirasuah dalam beberapa tahun terakhir.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

60 ÷ 30 =
Powered by MathCaptcha