KAMAKAMU – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa gagasan pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) perlu mendapat perhatian serius. Wacana ini, menurutnya, perlu dipertimbangkan dengan mendalam mengingat berbagai aspek yang menyertainya.
Ide ini kembali mencuat dalam perayaan HUT Ke-60 Partai Golkar yang digelar di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis 12 Desember 2024.
Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia dan Presiden Prabowo Subianto turut membahas hal tersebut dalam acara tersebut.
7 Ide Bisnis Kuliner Viral 2025 yang Wajib Kamu Coba
“Saya rasa wacana ini menarik untuk didalami. Dalam Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang Pemilu, disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Demokratis tidak selalu berarti melalui pemilihan langsung,” ujar Supratman saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.
Efisiensi dan Stabilitas Sosial Jadi Pertimbangan
Supratman juga menyoroti aspek efisiensi dalam pelaksanaan pilkada. Ia mengungkapkan bahwa pemilihan langsung sering kali memicu potensi kerawanan sosial dan menelan biaya yang besar.
“Presiden merespons wacana ini sebagai bagian dari usulan Ketua Umum Partai Golkar. Sebenarnya, diskusi tentang hal ini sudah cukup lama dibahas di kalangan partai politik. Saat ini, saya melihat ada tren positif dalam respons masyarakat,” jelasnya.
Sebagai politisi dari Partai Gerindra, Supratman menilai bahwa diskusi tentang pola demokrasi yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sangat penting. Ia mengaitkan hal ini dengan sila keempat Pancasila, yang menurutnya menjadi dasar demokrasi Indonesia.
Bukan Kemunduran Demokrasi
Menanggapi anggapan bahwa wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD adalah langkah mundur dalam demokrasi, Supratman menegaskan bahwa pandangan tersebut bergantung pada kebutuhan negara saat ini. Menurutnya, evaluasi mendalam diperlukan untuk memastikan keberhasilan demokrasi substantif.
“Pemilihan kepala daerah bukan hanya soal prosedur, melainkan juga substansi. Jika pelaksanaan pilkada langsung menimbulkan gejolak sosial, inefisiensi anggaran, serta hasil yang tidak optimal, maka kajian mendalam harus dilakukan,” tuturnya.
Supratman menekankan pentingnya memberi ruang bagi pemerintah dan partai politik untuk mengevaluasi gagasan ini. Menurutnya, waktu yang tersedia hingga pemilu dan pilkada 2029 masih cukup panjang untuk membahas opsi terbaik.
“Saya pikir masyarakat perlu memberi kesempatan kepada pemerintah dan partai politik untuk mengkaji hal ini secara komprehensif,” pungkasnya.*