KAMAKAMU – Vincent Rompies mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Secara mengejutkan, KTP miliknya dicatut dalam Pilkada Jakarta 2024, menjadikannya salah satu korban dari tindakan tersebut.
Vincent mengumumkan kejadian ini melalui akun Instagram miliknya dan Desta, @vindes.ig. Dalam unggahannya, Vincent menjelaskan bahwa KTP miliknya digunakan tanpa izin. Selain itu, Ia juga mengajak korban lain untuk berani bersuara.
Dugaan Keterlibatan Pasangan Independen Dharma-Kun
KTP Vincent diduga digunakan oleh pasangan calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Dugaan ini semakin kuat dengan adanya bukti tangkapan layar percakapan dan identitas Vincent.
“Absen yang KTP-nya dipakai begini-begini juga, ayo komen,” tulisnya dikutip 18 Agustus 2024.
Reaksi Vincent Rompies Setelah Menerima Informasi
Ironisnya, Vincent baru menyadari bahwa dirinya menjadi korban setelah diberitahu oleh salah seorang karyawannya
Karyawan tersebut memberi tahu Vincent bahwa KTP-nya digunakan untuk mendukung pasangan calon gubernur independen di Jakarta. Vincent sangat terkejut mendengar hal ini dan menyebut kejadian ini sebagai sesuatu yang luar biasa.
“Pak, masa KTP loe dipakai buat mendukung cagub indie di Jakarta nih?,” kata karyawan tersebut kepada sang bos.
KPU Minta Pertanggungjawaban dari Dharma-Kun
KPU RI melalui KPU DKI Jakarta meminta pasangan calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma Kun) untuk bertanggung jawab atas pencatutan NIK KTP yang digunakan sebagai syarat dukungan pasangan calon gubernur-wakil gubernur pada Pilgub Jakarta 2024.
“Data itu sepenuhnya tanggung jawab dari bakal pasangan calon. Yang kami lakukan verfikasi administrasi dan faktual,” kata Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata dalam keterangan persnya, di Jakarta, dikutip Minggu 18 Agustus 2024.
Proses Verifikasi KPU terhadap NIK KTP
KPU Jakarta menegaskan bahwa mereka hanya melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual terhadap seluruh NIK KTP masyarakat Jakarta yang telah dikumpulkan oleh Dharma-Kun. Menurut Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata, data tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pasangan calon, sementara KPU hanya bertugas memverifikasi keabsahan data tersebut.
“Di level administrasi, kami mencocokan apakah KTP sesuai dengan dukungannya. Kalau tidak kami (nyatakan) Belum Memenuhi Syarat (BMS). Atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada akhirnya, kalau sesuai kami lanjutkan ke verifikasi faktual,” ucap Wahyu.
Wahyu menjelaskan bahwa verifikasi administrasi adalah tahapan pengecekan terhadap NIK KTP yang dikumpulkan, apakah NIK tersebut layak digunakan sebagai dukungan. Proses ini mencakup pengecekan apakah seseorang telah berusia 17 tahun, bukan anggota TNI-Polri, dan masih hidup.
Proses Verifikasi Faktual oleh KPU
Verifikasi faktual, lanjut Wahyu, adalah tahap di mana KPU mendatangi rumah pendukung Dharma-Kun satu per satu untuk memastikan kebenaran dukungan tersebut. Jika pendukung tidak dapat ditemui, verifikasi dapat dilakukan melalui teknologi informasi seperti panggilan video, atau dinyatakan tidak memenuhi syarat jika tidak ada respons.
“Pada prinsipnya kalau verifikasi faktual itu kalau tidak bisa ditemui ada opsi bisa dikumpulkan (di suatu tempat). Kedua melalui teknologi informasi (seperti video call), kalau tidak bisa juga statusnya TMS,” ujar Wahyu.*