KAMAKAMU – Pertanyaan mencuri listrik negara ketika pemerintah dianggap tidak amanah ditanyakan kepada Ustadz Abdul Somad atau UAS.
Pada satu sisi, rakyat merasa tertekan oleh kebijakan tidak adil, sementara di sisi lain, tindakan mencuri tetap merupakan pelanggaran hukum.
Bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini? Apakah ada kondisi tertentu yang membenarkan tindakan tersebut?
Hati – Hati, Beberapa Mitos ini Ternyata Memiliki Dasar Kebenaran!
Artikel ini akan mencoba mengupas lebih dalam masalah ini dari sudut pandang hukum dan pandangan ulama terkemuka di Indonesia yakni Ustadz Abdul Somad.
Mencuri listrik negara merupakan tindakan mengambil listrik tanpa membayar atau tanpa izin yang sah. Tindakan ini jelas melanggar hukum negara dan bisa dikenai sanksi pidana.
Namun, dalam situasi di mana masyarakat menganggap pemerintah tidak amanah dan gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka, beberapa orang merasa tindakan mencuri listrik negara dapat dibenarkan.
Ustadz Abdul Somad dalam salah satu tayangan video YouTubenya mengungkapkan bahwa salah seorang jamaah menyebut jika mencuri listrik itu halal karena negara tidak amanah.
“Ada yang mengatakan halal mencuri listrik, itu saya tanya, apa dalilnya halal mencuri listrik? Karena negara tidak amanah, maka boleh mencuri listriknya? Lalu saya ajak, ini bukan masyarakat biasa,” ujar Ustadz Abdul Somad sebagaimana dikutip Kamakamu.com dari kanal YouTubenya.
Da’i yang akrab disapa UAS ini malah melontarkan pertanyaan balik kepada si penanya, tentang listrik milik siapa.
“Kalau masyarakat biasa bisa kita katakan haram, masuk neraka; ini tidak, ini sama Ustaz. Lalu saya katakan, listrik itu punya siapa? Punya rakyat. Kalau gitu bukan punya negara, bukan? Lalu negara mengurus rakyat.”
Secara jelas, UAS menegaskan bahwa jika ada masyarakat yang mencuri listrik, itu sejatinya mencuri hak rakyat, maka menanggung dosa se-Indonesia.
“Maka kalau ada di antara masyarakat yang mencuri listrik, dia bukan mencuri milik negara, tapi dia mencuri milik rakyat. Maka menanggung dosanya se-Indonesia.”
Hal itu juga dipertegas Dalam Surah Al-Ma’idah ayat 38, Allah SWT berfirman:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai pembalasan) terhadap apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini menegaskan bahwa mencuri adalah dosa besar dan harus dihukum sesuai dengan syariat. Namun, Islam juga menekankan keadilan dan keseimbangan dalam setiap hukuman.
Jika pemerintah tidak amanah dan gagal menyediakan kebutuhan dasar rakyat, maka pemerintah juga harus bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi oleh rakyat.
Sudut Pandang Hukum Positif
Dari sudut pandang hukum positif, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur tentang pencurian listrik.
Pasal 362 KUHP menyatakan bahwa setiap orang yang mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak enam puluh rupiah.
Namun, jika kita melihat dari sisi etika dan moral, ada argumen yang menyatakan bahwa tindakan rakyat yang mencuri listrik mungkin didorong oleh ketidakadilan yang mereka rasakan. Negara yang tidak amanah terhadap rakyatnya memicu tindakan ini sebagai bentuk protes atau upaya bertahan hidup.*