Dor, Muktamar Tandingan PKB Diumumkan

  • Bagikan
Muktamar PKB
Muktamar PKB di Bali / Doc. Antara

KAMAKAMU – Muktamar ke-6 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berlangsung di Bali pada Sabtu 24 Agustus 2024 diwarnai oleh konflik internal yang semakin memanas.

Konflik ini semakin mencuat dengan adanya rencana dari sejumlah fungsionaris DPP PKB yang mendukung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mengadakan muktamar tandingan di Jakarta. Langkah ini semakin menambah ketegangan dalam tubuh PKB.

Muktamar Tandingan Diumumkan

Sekretaris DPP PKB, A Malik Haramain, dalam sebuah konferensi pers di Hotel Mahagany, Nusa Dua, Bali, Minggu 25 Agustus 2024 dini hari, mengumumkan rencana penyelenggaraan muktamar tandingan tersebut.

“Atas nama DPP kami menyelenggarakan muktamar pada tanggal 2-3 September 2024 di Jakarta,” ujar Malik.

Pengumuman ini dihadiri oleh beberapa tokoh PKB seperti mantan Sekjen PKB Lukman Edy, Ketua DPP PKB Bidang Agama dan Dakwah Syaikhul Islam, serta sejumlah simpatisan yang tergabung dalam Tim Penyelamat PKB.

Alasan Menggelar Muktamar Tandingan

Ada beberapa alasan di balik keputusan ini, salah satunya adalah penilaian bahwa Muktamar PKB yang digelar pada 24-25 Agustus 2024 dianggap tidak sah secara hukum.

“Muktamar PKB yang diselenggarakan tanggal 24-25 Agustus itu tidak sah atau cacat hukum. Tidak demokratis dan hanya meneguhkan kepentingan serta syahwat politik Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Ketua.” ujar Malik Haramain.

Surat Mandat untuk Mengembalikan PKB ke Marwah PBNU

Selain itu, Malik juga mengungkapkan bahwa fungsionaris PKB telah menerima ratusan surat mandat yang mendesak agar DPP mengembalikan PKB ke marwah PBNU.

Surat-surat ini menekankan pentingnya peran Dewan Syuro dalam mengawasi dan membuat kebijakan strategis bagi masa depan partai.

“Pemberian mandat ini mempertimbangkan panel atau seruan moral PBNU meminta agar PKB dikembalikan kepada NU,” katanya.

Sikap Cak Imin

Sikap Cak Imin yang dinilai semakin menjauhkan PKB dari PBNU juga menjadi sorotan utama.

Malik menyebutkan bahwa peran Dewan Syuro, yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas dan pembuat kebijakan strategis, telah dihilangkan dalam AD/ART hasil Muktamar PKB ke-5 tahun 2019.

“Peran ulama itu dikurangi sedemikian rupa maka kemudian tidak ada kontrol kepengurusan atau kepemimpinan PKB,” ujarnya.

Sentralisasi Kekuasaan di Tangan Cak Imin

Menurut Malik, sentralisasi kekuasaan di tangan Cak Imin menjadi salah satu faktor utama yang memunculkan masalah ini.

“Muhaimin Iskandar kemudian menjadi satu-satunya tokoh sentral di PKB yang tidak bisa diawasi,” katanya.

Malik juga menambahkan bahwa hal ini bertentangan dengan tujuan awal pembentukan PKB, yaitu memastikan peran kiai dan ulama dalam perjalanan partai.

Pemecatan Sejumlah Tokoh Tanpa Musyawarah

Pemecatan terhadap sejumlah tokoh dan pendiri PKB tanpa melalui musyawarah dengan Dewan Syuro juga menjadi salah satu isu penting.

Beberapa tokoh yang dipecat di antaranya adalah Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan mantan Sekjen PKB Lukman Edy.

“Sentralisasi kekuasaan Muhaimin Iskandar itu kemudian memunculkan manajemen atau pengambilan keputusan partai yang selalu tertutup,” jelas Malik.

Kepemimpinan Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB periode 2024-2029 yang terpilih secara aklamasi dalam Muktamar ke-6 PKB di Bali, juga dipertanyakan oleh pihak yang kontra. 

Mereka menilai proses pemilihan ini tidak mencerminkan demokrasi internal yang sehat dan hanya memperkuat dominasi Cak Imin dalam partai.

Konflik internal yang terjadi ini diprediksi akan berdampak besar pada konsolidasi partai menjelang pemilu yang akan datang.

Perpecahan di tubuh PKB ini, terutama antara fungsionaris yang pro-PBNU dan pro-Cak Imin, dapat mempengaruhi soliditas dan strategi pemenangan partai.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

16 ÷ 4 =
Powered by MathCaptcha