Arief Poyuono Soroti Ketidaksepahaman Kabinet Prabowo-Gibran, Imbas Kebijakan LPG 3 Kg

  • Bagikan
Arif Puyono doc RRI
Arif Puyono doc RRI

KAMAKAMU – Kebijakan distribusi LPG 3 kg terus menuai polemik di tengah masyarakat.

Meskipun Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan pembatalan aturan tersebut, dampak dari kebijakan ini tetap memicu perdebatan, terutama di internal pemerintahan.

Arief Poyuono, kader Partai Gerindra, mengkritik Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.

Antrean LPG 3 Kg Sebabkan Korban Jiwa, Prabowo Diminta Evaluasi Kebijakan Bahlil

Ia menilai Bahlil seolah menghindari tanggung jawab dalam polemik tata niaga gas bersubsidi tersebut.

Bahkan, ia menilai sikap Bahlil sebagai bentuk pembangkangan terhadap Presiden Prabowo Subianto.

Dalam keterangannya pada Selasa 4 Februari 2025, Arief mengungkapkan bahwa Bahlil, yang juga menjabat Ketua Umum Partai Golkar, menanggapi pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

Dasco sebelumnya menegaskan bahwa kebijakan pembatasan distribusi LPG 3 kg bukan instruksi Presiden Prabowo Subianto.

Namun, menurut Arief, Bahlil justru mengklaim bahwa kebijakan penyaluran LPG 3 kg merupakan bagian dari arahan Presiden.

Ia menyebut langkah yang ditempuh Kementerian ESDM telah melalui kajian mendalam, termasuk keputusan untuk melarang penjualan LPG 3 kg di tingkat pengecer.

Arief melihat situasi ini sebagai indikasi kurangnya kekompakan di dalam kabinet.

“Sepertinya tidak ada kepatuhan dan kekompakan serta tanda-tanda perpecahan dalam kabinet Prabowo-Gibran,” kata Arief.

Menurutnya, kebijakan ini menimbulkan keresahan di masyarakat karena menyangkut kebutuhan dasar rakyat kecil.

Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai kebijakan pembatasan distribusi LPG 3 kg telah merugikan banyak pihak, terutama masyarakat yang membutuhkan akses mudah terhadap gas subsidi.

Ia juga mengkritik sikap Bahlil yang terkesan lepas tangan ketika muncul polemik di tengah masyarakat.

Lebih lanjut, Arief menyoroti bagaimana dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, kebijakan ini telah menimbulkan kekecewaan publik.

Ia mempertanyakan bagaimana masalah lain akan ditangani jika para menteri yang berasal dari partai politik tidak berani bertanggung jawab atas kebijakan yang bermasalah.

Menurutnya, jika ada kebijakan yang merugikan rakyat, seharusnya tanggung jawab itu tidak serta-merta dialihkan kepada Presiden.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan tergantung pada kinerja menteri-menteri di kabinet.

Arief menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya kesolidan di dalam kabinet Prabowo-Gibran agar kepercayaan publik tetap terjaga.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 2 = 5
Powered by MathCaptcha