Alasan Hakim Tolak Praperadilan Tom Lembong, Status Masih Tersangka

  • Bagikan
Tom Lembong sebelum memasuki persidangan pada 19 November 2024
Tom Lembong sebelum memasuki persidangan pada 19 November 2024

KAMAKAMU – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak permohonan praperadilan Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, pada Selasa 26 November 2024. Akibatnya, status Tom Lembong masih sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

Keputusan ini segera memicu perhatian publik, terutama di media sosial. Banyak warganet yang berharap gugatan praperadilan itu diterima, karena menurut mereka, bukti yang ada menunjukkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kebijakan impor gula yang ditandatangani oleh Tom Lembong.

Sejumlah pengguna media sosial menyatakan kekecewaannya terhadap penegakan hukum di Indonesia. Salah satunya adalah akun @KeyStory_307, yang menyebut sudah tidak percaya lagi dengan hukum di Indonesia.

Alasan Hakim Tolak Praperadilan Tom Lembong, Status Masih Tersangka

 “Dengan kasus Pak Tom Lembong, terima kasih sudah membuat saya semakin tidak percaya dengan penegakan hukum di Indonesia! Kita kembali ke hukum rimba, yang kuat yang bertahan, yang lemah ditindas. RIP keadilan.”

Selain itu, warganet lainnya, @BosPurwa, menyebut “Tom Lembong dianggap merugikan negara 400 M karena seharusnya keuntungan BUMN beralih ke pihak swasta. Di sisi lain, ada kerugian negara yang nyata sebesar 14,4 triliun akibat korupsi ekspor ilegal bijih nikel, tapi kasusnya menguap, tidak jelas.”

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, menilai bahwa tidak ada pelanggaran atau perbuatan melawan hukum dalam kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan tersebut.

Dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung RI di Kompleks Parlemen pada Rabu (13/11/2024), Sari Yuliati menjelaskan bahwa penerbitan izin impor gula pada 2015 dan 2016 dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku saat itu.

Sari Yuliati Jelaskan Penerbitan Izin Impor Gula

Sari Yuliati memberikan penjelasan panjang terkait dasar hukum penerbitan izin impor gula pada masa Tom Lembong menjabat.

Menurutnya, peraturan yang berlaku saat itu adalah Kepmen Perindag Nomor 527/2004, yang mengatur bahwa gula kristal mentah dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai importir produsen gula.

Selain itu, Sari Yuliati menjelaskan bahwa izin impor tersebut dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan.

Meski demikian, Sari Yuliati juga menjelaskan bahwa Pasal 23 dari Kepmen tersebut memberikan pengecualian bagi Menteri untuk menetapkan ketentuan tertentu.

Dalam penjelasannya, Sari Yuliati mengungkapkan bahwa penerbitan izin impor gula ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menstabilkan harga gula di pasar domestik.

Hal ini dilakukan untuk meringankan beban masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu, di tengah harga gula yang tinggi.

Sari Yuliati menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam impor gula tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga memiliki rasa nasionalisme untuk menjaga stabilitas harga di pasar.

Sari Yuliati menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang dapat dibuktikan dalam penerbitan izin impor tersebut.

“Izin impor yang diterbitkan oleh Menteri Perdagangan saat itu sah, sesuai dengan peraturan yang ada, dan untuk kepentingan nasional,” ujarnya.

Namun, keputusan praperadilan yang menolak permohonan Tom Lembong tetap menjadi sorotan publik. Warganet dan sejumlah pihak mempertanyakan apakah kasus ini melibatkan kepentingan politik tertentu, mengingat ada berbagai pandangan yang berbeda terkait penerbitan izin impor gula tersebut.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

60 ÷ 6 =
Powered by MathCaptcha