KAMAKAMU – Kamu pasti familiar dengan iklan Oreo yang mempopulerkan cara makan biskuit ini: “dibuka, dijilat, dicelupin.” Ritual ini bukan sekadar gimmick, tetapi bagian dari strategi pemasaran yang cerdas.
Ritual marketing adalah teknik di mana brand menciptakan kebiasaan unik dalam penggunaan produk, sehingga membentuk keterikatan emosional dengan konsumennya.
Cara Meningkatkan Customer Experience di Era Digital
Contoh Ritual Marketing yang Sukses
Dilansir dari YouTube Marketeers TV fenomena Oreo hanyalah salah satu contoh.
Sejak iklan ini muncul, banyak anak-anak mulai mengikuti cara makan tersebut, yang pada akhirnya membuat konsumsi Oreo meningkat.
Hal serupa juga terjadi pada merek lain, seperti Power Balance, gelang yang diklaim bisa meningkatkan keseimbangan dan kekuatan.
Meskipun klaim tersebut terbukti tidak berdasar, banyak orang tetap mempercayainya berkat efek psikologis dan strategi pemasaran yang efektif.
Bagaimana Ritual Marketing Bisa Berpengaruh?
1. Persepsi adalah Realitas
Otak kita membentuk persepsi yang kemudian dianggap sebagai kenyataan.
Contohnya, banyak orang percaya bahwa memakai jersey pemain bola favorit bisa meningkatkan skill bermain mereka.
Ini adalah contoh bagaimana otak menciptakan mental konsep yang akhirnya mempengaruhi perilaku.
2. Group Bias
Kita cenderung meniru apa yang dilakukan oleh kelompok kita. Ketika banyak orang melakukan suatu ritual, entah itu makan Oreo dengan cara tertentu atau mengenakan gelang Power Balance, kita merasa perlu mengikutinya agar tetap merasa bagian dari kelompok tersebut.
3. Effort Justification
Semakin besar usaha yang kita lakukan terhadap sesuatu, semakin besar nilai yang kita berikan padanya.
Misalnya, merakit sendiri furnitur IKEA atau membangun sesuatu dengan LEGO membuat kita lebih menghargai barang tersebut dibandingkan jika kita mendapatkannya dalam keadaan sudah jadi.
4. Conformity Bias
Ketika kita percaya pada sesuatu, kita lebih cenderung mencari informasi yang mendukung keyakinan kita dan mengabaikan bukti yang bertentangan.
Inilah yang terjadi pada Power Balance, di mana penggunanya cenderung mengaitkan kemenangan mereka dengan gelang tersebut, sementara kekalahan mereka dianggap sebagai faktor lain.
5. Illusory Truth Effect
Jika suatu kebohongan diulang terus-menerus, maka lama-lama akan dianggap sebagai kebenaran.
Konsep ini mirip dengan efek plasebo dalam dunia medis, di mana pasien merasa lebih baik hanya karena percaya bahwa obat yang diberikan efektif, meskipun sebenarnya tidak memiliki kandungan medis yang bermanfaat.
Apa yang Harus Diperhatikan dalam Ritual Marketing?
Jika digunakan dengan benar, ritual marketing bisa menjadi strategi yang kuat untuk meningkatkan brand awareness dan loyalitas pelanggan. Namun, ada batasan yang harus diperhatikan.
Jika sebuah brand mulai membuat klaim berlebihan atau menyesatkan, seperti yang terjadi pada Power Balance, maka strategi ini bisa berubah menjadi penipuan dan berujung pada tuntutan hukum.
Sebaiknya, ritual marketing dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan tidak berisiko.
Contohnya, Oreo tidak pernah mengklaim bahwa “dibuka, dijilat, dicelupin” membuat biskuitnya lebih enak, tetapi strategi ini berhasil membangun pengalaman unik bagi konsumennya.
Kesimpulan
Ritual marketing adalah strategi pemasaran yang ampuh jika diterapkan dengan cara yang etis. Dengan menciptakan kebiasaan unik dalam penggunaan produk, brand bisa membangun keterikatan emosional dengan konsumennya.
Namun, penting untuk tetap transparan dan tidak membuat klaim berlebihan yang bisa merugikan konsumen. Jadi, jika kamu seorang marketer, manfaatkan strategi ini dengan bijak agar brand-mu bisa lebih dikenal dan dicintai tanpa kehilangan kepercayaan pelanggan.*