Strategi Negative Marketing untuk Menaklukkan Gen Z di Era Digital

  • Bagikan
Ilustrasi negative marketing Freepik
Ilustrasi negative marketing Freepik

KAMAKAMU – Pernahkah kamu menonton film animasi “Inside Out” dari Pixar? Film yang terlihat seperti tontonan anak-anak ini ternyata menyimpan banyak pelajaran berharga, terutama bagi kita para marketer yang ingin memahami dan menaklukkan hati Gen Z.

Di film ini, kita diajak menyelami kompleksitas emosi manusia, dan bagaimana emosi-emosi negatif pun memiliki peran penting dalam hidup kita.

Nah, konsep inilah yang menjadi dasar dari teknik pemasaran yang akan kita bahas kali ini negative marketing.

Cara agar Bisnis Kuliner Tidak Cepat Gulung Tikar

Apa Itu Negative Marketing?

Dilansir dari YouTube Marketeers TV sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk meluruskan pemahaman tentang negative marketing.

Ini bukan tentang menjelek-jelekkan kompetitor atau membuat orang enggan membeli produkmu.

Negative marketing yang kita bahas di sini adalah tentang bagaimana memanfaatkan emosi negatif untuk memicu keputusan pembelian.

Tujuannya adalah untuk terhubung dengan audiens secara lebih mendalam, dengan memahami insecurity, tabu sosial, dan ketakutan mereka.

Memahami Emosi Negatif yang Memicu Pembelian

Ada dua emosi negatif utama yang sering dimanfaatkan dalam negative marketing: rasa malu (embarrassment) dan rasa takut (fear).

Rasa malu seringkali digunakan dalam kategori produk perawatan diri, seperti ketombe, bau badan, atau jerawat.

Sementara itu, rasa takut dapat dimanfaatkan dalam berbagai konteks, mulai dari ketakutan akan kegagalan, kehilangan keamanan finansial, hingga ketinggalan tren (FOMO).

Mengapa Negative Marketing Relevan di Era Sekarang?

Ada beberapa alasan mengapa negative marketing menjadi sangat relevan saat ini. Pertama, media sosial memicu kecemasan dan perbandingan sosial.

Melihat kehidupan “sempurna” para influencer bisa membuat kita merasa insecure.

Kedua, Gen Z yang tumbuh di era digital sangat paham dengan persona online dan cancel culture, sehingga mereka cenderung lebih sensitif terhadap norma sosial.

Ketiga, persaingan untuk mendapatkan perhatian konsumen semakin ketat.

Emosi negatif dapat menjadi cara yang efektif untuk menarik perhatian secara instan dan membekas di ingatan.

Langkah-Langkah

Lalu, bagaimana cara menerapkan negative marketing yang efektif? Kita bisa menggunakan konsep Value Proposition Canvas sebagai panduan.

Pertama, pahami “customer job” yang relevan dengan produkmu. Misalnya, jika kamu menjual jasa pelatihan public speaking, “customer job” bisa berupa presentasi di depan umum.

Selanjutnya, identifikasi “pain” atau masalah yang dihadapi customer saat menjalankan “job” tersebut. Misalnya, ketakutan akan penilaian negatif atau lupa materi presentasi.

Kemudian, tawarkan “pain relievers” atau solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam contoh ini, kamu bisa menawarkan teknik presentasi yang efektif, latihan di depan audiens yang suportif, atau sesi coaching personal.

Terakhir, buatlah kampanye pemasaran yang menggambarkan mimpi buruk atau ketakutan customer, lalu tawarkan produkmu sebagai solusi.

Contoh Penerapan Negative Marketing

Misalnya, sebuah perusahaan pelatihan public speaking membuat iklan yang menggambarkan mimpi buruk seorang Gen Z yang gagal presentasi di depan umum.

Iklan tersebut kemudian menawarkan solusi berupa pelatihan public speaking yang mencakup teknik presentasi, latihan, dan coaching personal.

Penting untuk diingat bahwa negative marketing bukanlah alat untuk manipulasi atau penipuan.

Gunakanlah teknik ini dengan bijak, untuk memberikan solusi nyata bagi masalah yang dihadapi konsumenmu.

Dengan begitu, kamu bisa membangun hubungan yang lebih kuat dan bermakna dengan audiensmu.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 23 = 31
Powered by MathCaptcha