KAMAKAMU – Pengacara Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, mengklarifikasi status hukum hak guna bangunan (HGB) milik PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS). Ia menegaskan bahwa kedua perusahaan tersebut memiliki dasar hukum yang jelas, termasuk tata ruang yang mencakup wilayah daratan tambak yang telah terabrasi.
“HGB PT. IAM & PT. CIS tata ruangnya jelas daratan tambak terabrasi,” ujar Muannas melalui akun X pribadinya pada Selasa, 28 Januari 2025.
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa PT IAM dan PT CIS telah memperoleh izin lokasi serta Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR). Pernyataan ini sekaligus membantah tuduhan mengenai HGB yang dibatalkan karena dianggap sebagai tanah musnah.
Tips Menghindari Mobil Rental Digadaikan, Pengusaha Rental Wajib Tahu!
Hak atas Perairan Bisa Disertifikatkan
Dalam pernyataannya, Muannas turut mengutip pandangan pakar hukum agraria dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Prof. Nurhasan Ismail. Menurut Nurhasan, secara hukum, tanah di bawah kolom air dapat dilekatkan hak atas tanah, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
“Akademisi FH UGM Sebut Secara Hukum Hak atas Perairan Bisa Disertipikatkan,” tegasnya.
Dalam pengertian tersebut, tanah tidak hanya mencakup daratan tetapi juga wilayah di bawah air, termasuk perairan pesisir, danau, atau sungai. Namun, pengelolaan tanah di bawah kolom air tetap harus mematuhi regulasi terkait wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang berada di bawah otoritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk tingkat pusat, serta pemerintah daerah atau dinas terkait di tingkat lokal.
Regulasi dan Kriteria Hak Atas Tanah di Perairan
Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, diatur mengenai syarat pendirian, penempatan, atau pembongkaran bangunan di laut. Nurhasan menjelaskan bahwa hak atas tanah dapat diberikan kepada pihak yang memanfaatkan wilayah perairan, dengan jenis hak yang menyesuaikan tujuan pemanfaatan dan subjek hukumnya.
“Jenis hak atas tanah yang bisa diberikan itu bermacam-macam, termasuk hak milik, HGB, hingga Hak Pakai,” ujarnya.
Menanggapi polemik seputar sertifikat HGB pagar laut yang viral, baik di Tangerang maupun Sidoarjo, Nurhasan menilai hal itu seharusnya tidak menjadi masalah. Ia berpendapat bahwa pemberian HGB pada wilayah tersebut telah dilakukan sejak lama dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Kalau HGB di Sidoarjo itu sudah mau diperpanjang, berarti diberikan sejak 25 tahun lalu. Kenapa sekarang dipersoalkan? Itu kelatahan politis,” tuturnya.
Reklamasi dan Pemanfaatan Perairan Pesisir
Lebih lanjut, Nurhasan mengungkap bahwa praktik reklamasi di Pantai Utara Jawa hingga Pantai Selatan Madura sudah lama dilakukan oleh masyarakat. Proses tersebut biasanya dilakukan secara tradisional dengan mengacu pada hukum adat, di mana air ditimbun menggunakan batu dan tanah hingga menjadi daratan keras.
Namun, untuk badan usaha, diperlukan izin resmi seperti Konfirmasi Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sebelum reklamasi dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memastikan pemanfaatan perairan tetap sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Nurhasan menegaskan bahwa hukum yang memungkinkan pemberian hak atas tanah di wilayah perairan merupakan bentuk adaptasi regulasi terhadap kebutuhan masyarakat dan dunia usaha.*