KAMAKAMU – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Yasonna H Laoly dalam kaitannya dengan kasus pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku.
Pemeriksaan ini dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan serta mantan Menteri Hukum dan HAM.
Jokowi Dipecat PDIP, Denny Siregar Sebut Rekrutmen Partai Hanya Basa-Basi
Status Yasonna dalam proses ini adalah saksi.
“Kapasitas saya sebagai ketua DPP, ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung untuk permintaan fatwa tentang Keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2019,” ujar Yasonna saat hadir di Gedung KPK pada Rabu 18 Desember 2024 kemarin.
Permintaan Fatwa ke Mahkamah Agung
Kasus ini bermula dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2019 yang menguji Pasal 54 ayat (5) huruf k dan l juncto Pasal 55 ayat (3) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 serta Pasal 92 huruf a PKPU Nomor 4 Tahun 2019.
Kedua peraturan tersebut berhubungan dengan proses pemungutan suara serta rekapitulasi hasil pemilu, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Fatwa yang diminta DPP PDI Perjuangan terkait dengan pengalihan suara caleg yang telah meninggal dunia.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari wafatnya Nazaruddin Kiemas, anggota DPR terpilih dari dapil Sumatera Selatan I yang mengumpulkan 34.276 suara pada Pemilu 2019.
Setelah kepergian Nazaruddin, suaranya dialihkan kepada Riezky Aprillia, yang berada di posisi kedua dengan total 44.402 suara.
Dengan jumlah tersebut, Riezky seharusnya mendapatkan kursi DPR.
Namun, DPP PDI Perjuangan memutuskan untuk memberikan kursi tersebut kepada Harun Masiku, yang memperoleh hanya 5.878 suara.
Penjelasan Yasonna Tentang Permintaan Fatwa
Yasonna menjelaskan bahwa permintaan fatwa diajukan karena adanya perbedaan tafsir antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan DPP PDI Perjuangan terkait pengalihan suara caleg yang telah meninggal dunia.
“Kami minta fatwa, saya tandatangani fatwa, permintaan fatwa karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal. Saya kirim surat ke Mahkamah Agung, itu yang pertama,” jelas Yasonna.
Dengan pemeriksaan ini, kasus Harun Masiku kembali menjadi sorotan publik, terutama terkait mekanisme pergantian antarwaktu yang menjadi perdebatan di internal partai serta institusi terkait.*