KAMUKAMA – Calon Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump memberikan pengakuan mengejutkan usai insiden penembakan di Butler, Pennsylvania beberapa waktu lalu.
Trump menuturkan jika seharusnya saat itu dirinya sudah meninggal dunia saat melakukan kampanye.
Masyarakat dunia dikejutkan dengan aksi penembakan terhadap calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump saat sedang melakukan kampanye di depan ribuan orang.
Sampai Hari Ini, Gunung Lewotobi Laki-laki di NTT Terpantau Aktif Erupsi
Atas insiden maut itu, bagian telinga kanan Trump berlumuran darah akibat terkena peluru yang ditujukan kepadanya.
Dalam sebuah wawancara yang dikutip dari York Post pada Minggu, 14 Juli 2024 kemarin, Trump menuturkan jika ia seharusnya sudah tewas dalam insiden itu.
“Saya mestinya tidak ada di sini, saya mestinya sudah tewas,” ungkap Trump dikutip New York Post pada Minggu, 14 Juli 2024.
Trump lebih lanjut menuturkan jika dokter pun sampai-sampai merasa heran karena Trump masih hidup usai tertembak tepat di bagian telinganya.
Lebih lanjut, Trump menegaskan jika bukan karena bantuan dari Tuhan, ia mustahil selamat dari insiden penembakan itu.
“Oleh keberuntungan atau Tuhan, banyak orang bilang saya mendapatkan karunia Tuhan masih bisa berada di sini,” ujar Trump dengan telinga diperban.
Untuk diketahui, Pemilihan Presiden Amerika Serikat yang akan dilaksanakan pada November 2024 diwarnai dengan drama penembakan Trump saat menyampaikan pidatonya dihadapan ribuan orang.
5 Petinggi NU ‘Sowan’ ke Presiden Israel, Pendiri JIL: Mungkin Flexing
Dalam video yang beredar di media sosial, tampak Trump menundukan kepalanya usai mendengar tembakan siang itu.
Trump langsung dikerumuni oleh kelompok Secret Service untuk kemudian diselamatkan menggunakan sebuah mobil SUV.
Dikutip dari The Washington Post, diketahui penembak Donald Trump telah ditembak mati oleh Secret Service.
Penembak itu rupanya melakukan aksi tersebut dari atas gedung yang berjarak tak jauh dari lokasi kampanye Trump.
Pelaku penembakan Donald Trump rupanya masih anak muda yang bernama Thomas Matthew Crooks yang berumur 20 tahun.
Hal itu disampaikan oleh Biro Investigasi Federal (FBI) tak lama setelah insiden itu terjadi.*