KAMAKAMU – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta menekankan pentingnya transparansi dalam Pilkada Jakarta 2024.
Tim kampanye serta relawan pasangan calon (paslon) dilarang keras menghambat atau mengintimidasi petugas pengawas di lapangan.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI, Benny Sabdo, menegaskan hal ini pada Senin, 21 Oktober 2024 di Jakarta.
Tubagus Ace Hasan Dilantik Jadi Gubernur Lemhanas Baru
“Tim kampanye atau relawan paslon dilarang keras menghalang-halangi dan/atau mengintimidasi pengawas pemilu di lapangan,” kata Benny sebagaimana dikutip dari ANTARA.
Kewenangan Bawaslu dan Potensi Sanksi Pidana
Bawaslu memiliki wewenang untuk mengawasi berbagai kegiatan kampanye, baik secara langsung maupun daring.
Apabila ada pihak yang sengaja menghambat petugas pengawas, maka mereka bisa dikenai sanksi pidana.
Benny juga menyoroti bahwa jika kegiatan kampanye tersebut dikategorikan ilegal, Bawaslu akan bertindak tegas.
Selain itu, setiap kegiatan kampanye harus dilaporkan terlebih dahulu ke Polda Metro Jaya sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024.
Dalam peraturan ini disebutkan, tim kampanye wajib mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada pihak kepolisian, tembusannya diberikan kepada Bawaslu dan KPU sesuai tingkatan.
Berdasarkan pemberitahuan ini, kepolisian kemudian mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) sebagai izin resmi pelaksanaan kegiatan politik. Jika pemberitahuan ini tidak dilakukan, kegiatan tersebut dianggap ilegal.
Jumlah dan Model Pengawasan Kampanye Pilkada 2024
Berdasarkan data pengawasan Bawaslu dari 11-17 Oktober 2024, ada 128 kegiatan kampanye dari tiga pasangan calon.
Paslon nomor 1 Ridwan Kamil-Suswono diawasi 54 kali, paslon nomor 2 Dharma Pongrekun-Kun Wardana diawasi lima kali, dan paslon nomor 3 Pramono Anung-Rano Karno sebanyak 69 kali.
Pengawasan ini dilakukan dalam tiga model: tatap muka, pertemuan terbatas, serta kegiatan lainnya.
Sebaran lokasi pengawasan pun bervariasi, di mana Jakarta Utara mencatat angka tertinggi dengan 36 lokasi, disusul Jakarta Timur 34 lokasi, dan Jakarta Barat serta Jakarta Selatan masing-masing 26 lokasi.
Wilayah Kepulauan Seribu dan Jakarta Pusat mencatat pengawasan paling sedikit, masing-masing empat dan dua lokasi.*