KAMAKAMU – Presiden Jokowi digadang-gadang berhasil mengangkat perekonomian Indonesia selama masa jabatannya. Sejumlah menteri, termasuk Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, memuji capaian ekonomi selama masa kepemimpinan Jokowi. Ketua Umum PAN tersebut menyoroti neraca perdagangan Indonesia yang terus mencatat surplus.
Hal ini disampaikan oleh Zulkifli Hasan saat memberikan sambutan di pembukaan Trade Expo Indonesia ke-39 di ICE BSD, Tangerang, pada Rabu, 9 Oktober 2024.
Jokowi Respon Santai Atas TNI yang Ditembak di Lebanon, Politisi PDIP Menyesal Pernah Dukung
“Pertumbuhan ekonomi yang stabil rata-rata 5 persen lebih, inflasi terkendali, perdagangan alhamdulillah 52 bulan terus-terusan surplus, 52 bulan, bapak,” ungkap Zulhas.
Menurut Zulhas, upaya Jokowi dalam memperbaiki ekonomi Indonesia tidaklah mudah, mengingat tantangan berat selama dua tahun terakhir.
“Banyak yang sudah Bapak (Jokowi) lakukan, transportasi mulai zaman Bung Karno, Jakarta tidak selesai, sekarang tembus Jakarta-Surabaya, Lampung sampai Aceh, Bapak bangun pusat-pusat wisata Komodo, Danau Toba, Mandalika,” tambahnya.
Kelas Menengah Rentan Terdegradasi
Di balik klaim positif tersebut, terdapat kekhawatiran mengenai kondisi kelas menengah Indonesia. Selama satu dekade terakhir, kelompok ini menjadi lebih rentan terdegradasi ke golongan yang lebih rendah.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa kelas menengah di Indonesia kesulitan untuk naik kelas dan lebih rentan untuk jatuh ke tingkat yang lebih rendah.
“Kalau kita lihat dari modus kelas menengah dari batas bawah dan batas atas, memang sebagian besar penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokkan kelas menengah bawah,” ungkap Amalia saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu 28 Agustus 2024.
Pada tahun 2024, pengelompokan kelas menengah atas mencapai 17 kali lipat dari garis kemiskinan, yakni Rp 582.935 per kapita per bulan atau setara Rp9,90 juta.
Sementara itu, kelas menengah bawah memiliki penghasilan 5,3 kali lipat dari garis kemiskinan, yaitu sekitar Rp2,04 juta per bulan. Pada 2024, modus pengeluaran mencapai Rp2,05 juta, sangat dekat dengan batas bawah kategori kelas menengah.
Jumlah Kelas Menengah Menurun, Risiko Kemiskinan Meningkat
Jumlah kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan selama periode pemerintahan Jokowi. Pada 2019, kelas menengah di Indonesia tercatat sebanyak 57,33 juta orang atau 21,45% dari total penduduk.
Namun, pada 2024, jumlah ini menyusut menjadi 47,85 juta orang atau 17,13% dari total populasi. Artinya, terdapat sekitar 9,48 juta orang kelas menengah yang mengalami penurunan kelas selama lima tahun terakhir.
Winny juga menambahkan bahwa dampak pandemi Covid-19 masih terasa di kalangan kelas menengah Indonesia.
“Bahwa memang kami identifikasi masih ada scarring effect dari Pandemi Covid-19 terhadap ketahanan dari kelas menengah,” ujarnya.
Selain itu, kelompok masyarakat yang rentan jatuh miskin juga semakin banyak. Pada 2019, jumlahnya mencapai 54,97 juta orang atau 20,56% dari total penduduk.
Namun, pada 2024, jumlah ini meningkat signifikan menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari populasi.
Data ini menunjukkan bahwa banyak anggota kelas menengah yang akhirnya turun ke kategori rentan miskin, menggambarkan tantangan besar bagi pemerintahan Jokowi di akhir masa jabatannya.***