KAMAKAMU – Membeli mobil bukanlah keputusan yang mudah, terutama bagi kaum yang dikenal sebagai “menendang-mending” terlebih berkaitan dengan mobil listrik.
Banyak hal yang perlu dipikirkan, mulai dari keawetan mobil, ketersediaan suku cadang, hingga kemudahan perawatan.
Kamu tentu tidak ingin memilih mobil yang bengkel biasa pun kesulitan memperbaikinya.
3 Tingkat Kedewasaan dalam Membeli Mobil
Namun, ada satu hal yang sering kali menjadi bahan pertimbangan di luar dari spesifikasi dan performa, yaitu harga jual kembali.
Mengapa Harga Jual Kembali Penting?
Bagi banyak orang, terutama dari kalangan menengah, harga jual kembali adalah faktor krusial dalam memilih mobil.
Tidak ada yang ingin membeli mobil seharga 300 juta rupiah dan setelah beberapa tahun dijual hanya dengan harga separuhnya.
Oleh karena itu, mobil-mobil yang populer dan stabil di pasaran seperti Honda Jazz atau Mitsubishi Xpander sering kali menjadi pilihan.
Mobil-mobil ini cenderung memiliki penurunan harga yang lebih terkendali, sehingga kamu tidak akan rugi besar ketika ingin menjualnya kembali.
Mobil Listrik dan Harga Bekasnya yang Anjlok
Namun, ketika berbicara soal mobil listrik, situasinya sedikit berbeda.
Meski mobil listrik di Indonesia mulai diperkenalkan sejak 2012 dengan merek lokal, popularitasnya baru mulai meningkat pada tahun 2020-an ketika Hyundai Kona dan Wuling Air EV hadir.
Meskipun sempat booming, harga jual bekas mobil listrik justru anjlok dengan cepat.
Contohnya, Wuling Air EV yang pada awal peluncurannya dijual di kisaran 238 juta hingga 300 juta rupiah, kini bekasnya bisa ditemukan dengan harga hanya 150 juta rupiah.
Penurunan harga ini bahkan bisa mencapai 40% dalam waktu kurang dari dua tahun.
Dilansir dari kanal YouTube FUSE BOX pada 15 September 2024, Salah satu faktor utamanya adalah kekhawatiran tentang baterai.
Baterai mobil listrik adalah komponen yang paling mahal, bahkan bisa mencapai sepertiga dari harga mobil.
Contohnya, baterai Wuling Air EV dengan kapasitas long range saja bisa seharga lebih dari 100 juta rupiah.
Artinya, jika kamu membeli mobil bekas seharga 150 juta rupiah, dan beberapa tahun kemudian baterainya habis, kamu harus merogoh kocek sebesar 100 juta rupiah lagi untuk penggantian baterai.
Hal ini tentunya menjadi pertimbangan besar bagi pembeli, terutama bagi mereka yang tidak ingin repot.
Untuk mengatasi kekhawatiran ini, beberapa produsen seperti Wuling mencoba memberikan garansi baterai seumur hidup.
Namun, garansi ini datang dengan banyak syarat, seperti batas jarak tempuh per tahun dan ketentuan bahwa mobil tidak boleh dipindahtangankan.
Meski begitu, masih banyak orang yang ragu untuk beralih ke mobil listrik, terutama karena kekhawatiran akan baterai.
Permintaan Pasar yang Sedikit
Selain baterai, faktor lain yang membuat harga bekas mobil listrik anjlok adalah permintaan pasar yang relatif kecil.
Karena sedikit orang yang tertarik dengan mobil listrik, maka mobil bekasnya pun sulit terjual.
Penjual pun terpaksa menurunkan harga secara terus-menerus hingga mobil tersebut laku di pasaran.
Pada akhirnya, masalah utama yang mempengaruhi harga mobil listrik adalah baterai.
Meski mobil listrik memiliki banyak keunggulan seperti efisiensi energi dan kenyamanan berkendara, biaya penggantian baterai yang mahal menjadi hambatan besar.
Jadi, jika kamu sedang mempertimbangkan untuk membeli mobil listrik, baik baru maupun bekas, pastikan kamu siap dengan segala risiko yang berkaitan dengan baterai.*