KAMAKAMU – Pemeriksaan saksi-saksi oleh Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji, terungkap fakta yang mengejutkan.
Lebih dari 3.000 jemaah haji khusus ternyata berhasil berangkat ke Tanah Suci tanpa harus menunggu dalam antrean.
Ini menjadi sorotan serius mengingat rata-rata waktu tunggu untuk haji khusus biasanya mencapai tujuh tahun.
Jemaah yang bisa berangkat tanpa antrean tersebut disebut sebagai jemaah dengan masa tunggu nol tahun, yang tentunya berbeda dari jemaah haji khusus lainnya yang harus bersabar menanti giliran.
Pertanyaan Mengenai Manajemen Keberangkatan
Selama dua hari berturut-turut, yakni pada Selasa 27 Agustus 2024 dan Rabu 28 Agustus 2024, Pansus Haji DPR mengadakan rapat untuk membahas isu ini.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Jaja Jaelani, dipanggil untuk memberikan kesaksian.
Anggota Pansus Haji DPR, Abdul Wachid, mengungkapkan kekhawatirannya mengapa ribuan jemaah yang baru mendaftar bisa langsung berangkat tanpa harus menunggu seperti yang lain.
“Padahal, ada sekian banyak jemaah yang antre bertahun-tahun,” kata Abdul Wachid dengan nada heran.
Wakil Ketua Pansus Haji DPR, Marwan Dasopang, juga menyatakan ketidakpercayaannya bahwa Kemenag tidak mengetahui tentang keberangkatan haji nol tahun ini.
Menurutnya, sesuai dengan UU Haji dan Umrah, setiap keberangkatan haji khusus harus dilaporkan kepada Kemenag, karena mereka adalah bagian dari kuota haji resmi pemerintah Indonesia.
“Bagaimana bisa jemaah haji khusus yang baru mendaftar nol tahun bisa berangkat haji pada 2024 lalu,” ujarnya dengan tegas.
Kritik Terhadap Manajemen Kemenag
Ketua Pansus Haji DPR, Nusron Wahid, juga menyoroti alur penjelasan yang disampaikan oleh Jaja.
Menurut Nusron, sistem keberangkatan jemaah haji khusus seharusnya menjadi tanggung jawab Kemenag, khususnya dalam memastikan siapa yang berhak berangkat atau tidak.
Namun, Nusron kecewa karena Kemenag ternyata tidak menghubungi secara langsung jemaah haji khusus yang tidak melakukan pelunasan.
“Padahal, Kemenag mempunyai data lengkap jemaah tersebut,” kritiknya.
Nusron bahkan terkejut ketika mengetahui bahwa Kemenag malah meminta bantuan dari travel haji khusus untuk mengecek ke masing-masing jemaah.
“Padahal, sudah ada datanya. Manajemen Kemenag parah,” tambahnya.
Nusron juga mengingatkan bahwa dengan melibatkan travel, ada kemungkinan besar terjadinya kecurangan.
Misalnya, jemaah yang tidak kunjung melunasi pembayaran bisa saja sengaja tidak dihubungi hingga batas akhir, sehingga kuota tersebut diisi oleh jemaah lain.
“Wajar kalau ada kecurigaan,” tuturnya.
Jaja Jaelani dalam rapat tersebut tidak memberikan penjelasan yang rinci terkait temuan ini. Dia mengaku terkejut dengan fakta-fakta yang muncul dalam rapat tersebut.
Jaja menegaskan bahwa arahan yang diberikan kepada stafnya adalah untuk memberangkatkan semua jemaah yang memenuhi kriteria.
Namun, ketika ditanya mengenai alasan mengirim surat kepada jemaah melalui travel haji khusus, Jaja hanya menjawab singkat, “Karena kami menganggap travel yang tahu kondisi jemaah,” katanya.*