KAMAKAMU – Prof. Mahfud MD, eks Menko Polhukam, baru-baru ini memberikan tanggapan atas pernyataan kontroversial Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengenai konsep “Raja Jawa”.
Dalam pidatonya, Bahlil memperingatkan para kader Golkar untuk tidak sembarangan bermain-main dengan apa yang dia sebut sebagai ‘Raja Jawa’.
Menurut Bahlil, konsekuensi dari tindakan tersebut bisa sangat fatal.
Mahfud MD menegaskan bahwa secara politik, gelar ‘Raja Jawa’ sudah tidak ada lagi. Namun, secara kultural, konsep ini masih sangat kuat dan tetap hidup di kalangan masyarakat.
“Secara politik raja Jawa itu tidak ada lagi. Tapi secara kultural, raja Jawa masih ada,” ujar Mahfud di akun X resminya @mohmahfudmd pada 25 Agustus 2024.
Prof. Mahfud MD memberikan contoh konkret tentang bagaimana konsep Raja Jawa masih eksis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Ia menyebut Sultan Hamengkubuwono X (HB X) dari Yogyakarta sebagai figur yang masih dianggap sebagai Raja, namun hanya dalam konteks budaya, bukan politik.
“Tapi hanya sebagai raja kultural, pemelihara budaya Jawa,” jelasnya.
Sosok Raja yang Santun
Menurut Mahfud, Sultan Hamengkubuwono X tidak seperti yang digambarkan oleh Bahlil dalam pidatonya.
Bahlil sempat menggambarkan ‘Raja Jawa’ sebagai sosok yang menakutkan dan penuh risiko jika tidak dihormati.
Namun, Mahfud menekankan bahwa Sultan HB X justru dikenal sebagai sosok yang santun dan merakyat, jauh dari kesan bengis atau menakutkan.
Kontroversi Pernyataan Bahlil
Bahlil Lahadalia, dalam pidatonya beberapa waktu lalu, sempat membuat pernyataan yang menimbulkan banyak pertanyaan.
Ia meminta seluruh kader Partai Golkar untuk lebih waspada dan tidak bermain-main dengan ‘Raja Jawa’.
Bahkan, ia mengisyaratkan bahwa ada risiko besar jika seseorang mencoba mempermainkan hal ini.
“Kita (kader Golkar) harus lebih paten lagi, soalnya Raja Jawa ini kalau main-main, celaka kita (kader Golkar),” tegas Bahlil pada 21 Agustus 2024.
Peringatan yang Menakutkan
Tidak berhenti di situ, Bahlil juga memberikan peringatan keras dengan nada yang cukup menakutkan.
Ia menyatakan bahwa konsekuensi dari ‘main-main’ dengan ‘Raja Jawa’ bisa sangat mengerikan.
“Saya mau kasih tahu saja, jangan coba-coba main-main barang ini. Waduh, ini ngeri-ngeri sedap barang ini, saya kasih tahu,” ujarnya dengan serius.
Sikap Golkar yang Tegas
Bahlil menegaskan bahwa tidak perlu dijelaskan lebih lanjut siapa atau apa yang dimaksud dengan ‘Raja Jawa’.
Menurutnya, para kader Golkar sudah cukup melihat dan merasakan sendiri akibat dari mempermainkan sesuatu yang ia istilahkan tersebut.
“Waduh, ini sudah banyak, sudah lihat barang ini kan? Ya, tidak perlu saya ungkapkanlah. Enggak perlu,” tambahnya.
Bahlil juga mengingatkan bahwa Golkar telah sepakat untuk mendukung pemerintahan yang ada.
Ia memperingatkan para kader agar tidak setengah-setengah dalam memberikan dukungan, apalagi sampai bersikap berbeda di waktu yang berbeda.
“Kita (para kader) sudah bersepakat Golkar mendukung pemerintah. Jangan pagi mendukung, sore setengah mendukung, malam bikin lain,” tegasnya.
Bahlil mengakui bahwa pernyataannya tidak didasari oleh kepentingan pribadi.
Menurutnya, semua yang dia katakan semata-mata untuk memastikan bahwa Partai Golkar bisa menjadi lebih baik ke depannya.
“Ini saya jujur saja. Saya enggak punya kepentingan apa-apa pribadi, kepentingan saya ke depan adalah Golkar lebih baik dari sekarang,” pungkasnya.*