Gonjang Ganjing Revisi UU Pilkada, PBNU: Kita Harus Cek Dulu

  • Bagikan
Yahya Cholil Staquf
Yahya Cholil Staquf / Doc. RRI

KAMAKAMU – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab disapa Gus Yahya, menilai bahwa revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) adalah bagian dari mekanisme “check and balances.

Menurutnya, ini penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan diantara lembaga negara. Lebih lanjut, Gus Yahya menyatakan bahwa mekanisme “check and balances” ini melibatkan hubungan antara yudikatif dan legislatif.

Pernyataan ini disampaikan saat berada di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis.

“Ini sebetulnya mungkin bagian dari mekanisme ‘check and balances’ antara yudikatif dengan legislatif,” ujarnya.

Agenda DPR dan RUU Pilkada

Gus Yahya menambahkan bahwa pembahasan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan agenda DPR terkait RUU Pilkada. Dalam pandangannya, hal ini masih memerlukan kajian yang lebih mendalam.

“Tapi kita masih harus lihat ini apakah betul DPR memang sedang punya agenda ke sana, dan bagaimana kita belum tau semuanya, kita harus cek dulu,” katanya.

RUU Pilkada kembali menjadi topik hangat setelah Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah sepakat untuk melanjutkan pembahasannya.

Pada Rabu, 21 Agustus 2024, kesepakatan ini dicapai dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Dua Materi Krusial dalam RUU Pilkada

Terdapat dua materi utama yang disepakati dalam pembahasan RUU Pilkada kali ini. Pertama, adalah penyesuaian Pasal 7 terkait usia minimal calon kepala daerah.

Putusan ini mengikuti keputusan Mahkamah Agung yang mengatur syarat usia pencalonan.

Pasal 7 ayat (2) huruf e menyebutkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun, sedangkan calon bupati, wali kota, dan wakilnya harus berusia minimal 25 tahun. Ketentuan ini berlaku sejak pelantikan pasangan terpilih.

Perubahan Pasal 40 RUU Pilkada

Materi krusial kedua adalah perubahan Pasal 40, yang mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi.

Perubahan ini berkaitan dengan ambang batas pencalonan dalam Pilkada, yang kini diberlakukan secara berbeda untuk partai parlemen dan non parlemen.

Bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD, ambang batas pencalonan tetap diberlakukan. 

Namun, partai yang memiliki kursi di DPRD masih mengikuti aturan lama, yaitu minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen suara sah.

Rapat Panja dan Kesepakatan Bersama

Kesepakatan ini diambil dalam Rapat Panja yang berlangsung pada Rabu. Rapat tersebut dihadiri oleh anggota Badan Legislasi DPR RI serta perwakilan dari pemerintah.

Dalam rapat ini, mereka membahas perubahan-perubahan penting yang akan diatur dalam RUU Pilkada.

Panja RUU Pilkada telah mengadakan beberapa pertemuan untuk memastikan bahwa perubahan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aturan yang ada.

Salah satu tujuan utamanya adalah menciptakan sistem Pilkada yang lebih transparan dan adil.

Mekanisme Pengawasan dalam Revisi UU Pilkada

Menurut Gus Yahya, mekanisme “check and balances” antara yudikatif dan legislatif sangat penting dalam revisi UU Pilkada ini. Sebagai bagian dari sistem pemerintahan demokratis, hubungan antara kedua lembaga ini harus selalu diawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

Oleh karena itu, proses pembahasan di DPR harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Gus Yahya menekankan pentingnya pengawasan dan pertimbangan yang matang sebelum membuat keputusan final terkait RUU Pilkada.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 + 1 =
Powered by MathCaptcha