KAMAKAMU – Ujung tombak dari sebuah bisnis pada akhirnya adalah kepemimpinan. Kita akan dihadapkan pada kenyataan untuk memimpin individu-individu, baik secara tatap muka maupun dari jarak jauh.
Meskipun metode tatap muka lebih disukai karena memungkinkan interaksi yang lebih personal dalam membangun tim, opsi kerja dari rumah menjadi alternatif yang perlu dipertimbangkan.
Esensi dari kepemimpinan bukan sekadar mengejar keuntungan semata, melainkan bagaimana kita mampu mengembangkan potensi setiap individu dalam organisasi.
Bisnis Sendiri vs Bisnis Bermitra, Mana yang Lebih Untung?
Interaksi langsung tentu memberikan keunggulan dalam proses ini.
Dua Penyakit Pemimpin yang Perlu Dihindari
Dalam praktik kepemimpinan, terdapat dua hal yang seringkali menjadi kendala:
1. Sikap Tidak Tega dalam Pengambilan Keputusan Sulit
Dilansir dari YouTube Jaya Setiabudi ketegasan bukan berarti kekejaman, melainkan kemampuan untuk membuat keputusan yang diperlukan demi kemajuan bersama.
Sebagai contoh, prinsip untuk tidak memberhentikan karyawan yang telah diterima perlu dipertimbangkan secara matang.
Namun, ada satu hal mendasar yang menjadi pengecualian, yaitu masalah attitude.
2. Kecenderungan Like and Dislike Berlebihan
Penyakit kedua yang tak kalah fatal adalah kecenderungan like and dislike yang berlebihan. Sikap subjektif ini dapat merusak objektivitas dalam penilaian dan pengambilan keputusan.
Pengalaman pribadi mengajarkan betapa ekstremnya dampak dari like and dislike ini, di mana seseorang bisa mendapatkan perlakuan istimewa hanya karena disukai, atau sebaliknya.
Hal ini terutama rentan terjadi dalam budaya timur yang cenderung membawa perasaan berlebihan.
Di lingkungan kerja yang lebih profesional, seperti di perusahaan multinasional, objektivitas lebih diutamakan.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa like and dislike yang tidak terkontrol dapat menyebabkan ketidakadilan.
Jangan sampai ketidaksukaan membuat kita bersikap tidak adil, atau kesukaan yang berlebihan membuat kita memanjakan atau mengangkat seseorang secara tidak profesional.
Situasi ini juga rawan terhadap penjilatan, di mana karyawan yang tidak kompeten berusaha mengambil hati atasan demi keuntungan pribadi.
Pemimpin yang kuat harus mampu bersikap objektif dan waspada terhadap perilaku semacam ini.
Cara Membangun Tim yang Solid
Setelah menghindari “penyakit” kepemimpinan, langkah krusial selanjutnya adalah membangun tim yang solid dengan fokus pada pengembangan sumber daya manusia:
1. Memprioritaskan Attitude sebagai Fondasi Utama
Attitude atau perilaku menjadi fondasi utama. Karyawan dengan attitude buruk dapat menjadi virus dalam tim.
Ini bukan hanya soal kejujuran, tetapi juga tentang kehandalan. Karyawan yang handal adalah mereka yang dapat dipercaya untuk mengemban amanah dan menyelesaikan tugas dengan baik.
Dua indikator attitude buruk yang perlu diwaspadai adalah kecenderungan memberikan alasan dan menunda-nunda pekerjaan.
Jika attitude sudah bermasalah, langkah tegas perlu diambil. Terlebih jika karyawan tersebut suka mengadu domba, menghasut, atau terlibat dalam politik kantor yang tidak sehat.
Sebisa mungkin, lingkungan kerja yang lugas dan profesional lebih diutamakan.
Hindari juga sikap baperan, karena seringkali muncul dari kesombongan diri yang enggan menerima masukan.
Orang yang rendah hati akan menerima masukan, baik sesuai maupun tidak, sebagai bahan evaluasi diri.
2. Memahami Minat, Bakat, dan Kapasitas Tim
Setelah memastikan attitude yang baik, langkah selanjutnya adalah memahami minat, bakat, dan kapasitas setiap anggota tim.
Menempatkan seseorang pada posisi yang sesuai dengan minatnya akan meningkatkan performa kerjanya.
Kemudian, bakat juga perlu diidentifikasi melalui observasi atau tes. Dalam memilih antara minat dan bakat, memprioritaskan minat seringkali lebih efektif karena akan mendorong kemauan untuk belajar.
Kombinasi ideal tentu saja adalah ketika minat dan bakat berjalan beriringan. Namun, kapasitas atau standar kemampuan juga perlu diperhatikan.
Di sinilah pentingnya pelatihan dasar untuk menyamakan standar dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan organisasi.
Kembali lagi pada ketegasan, memberhentikan karyawan secara halus karena tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan bukan berarti kita bermain Tuhan.
Bisa jadi, di tempat lain ia akan berkembang lebih baik.
3. Objektivitas dalam Menilai Kinerja Tim
Lantas, bagaimana cara bersikap objektif? Salah satu caranya adalah dengan menerapkan evaluasi 360 derajat, yang melibatkan berbagai perspektif, tidak hanya dari atasan langsung.
Opini dari rekan kerja dan bahkan bawahan juga penting untuk dipertimbangkan. Namun, validasi tetap diperlukan.
Jika ada indikasi ketidaksesuaian antara perilaku di depan dan di belakang, investigasi lebih lanjut dengan mencari opini dari berbagai sumber menjadi krusial.
Intinya adalah mencari informasi yang berimbang, meskipun terkadang informasi tersebut tidak sesuai dengan preferensi pribadi kita.
4. Menghadapi Tim dengan Kompetensi Tinggi Namun Attitude Kurang Baik
Bagaimana jika kita dihadapkan pada tim yang kompeten namun attitude-nya kurang baik, atau bahkan cenderung negatif?
Dalam situasi seperti ini, kita perlu mengingat bahwa tidak harus mencintai untuk bekerja sama, terutama dalam proyek jangka pendek.
Kompetensi mereka mungkin dibutuhkan untuk mencapai tujuan tertentu. Namun, batasan yang jelas perlu diterapkan, terutama jika ada indikasi ketidakjujuran atau ketidakamanan.
Ruang lingkup kerja mereka perlu dibatasi agar tidak menimbulkan kerugian. Sebaliknya, tim yang menyenangkan namun kurang kompeten dapat menjadi investasi jangka panjang.
Dengan pengembangan yang tepat, mereka dapat menjadi aset berharga di masa depan. Jadi, ada tindakan korektif jangka pendek untuk kebutuhan mendesak, dan tindakan korektif jangka panjang untuk membangun tim yang solid.
Kesimpulan
Kepemimpinan dalam bisnis bukan hanya tentang mencapai target materi, tetapi juga tentang perjalanan spiritual dalam mengembangkan diri dan orang lain.
Memprioritaskan attitude, memahami potensi individu, bersikap objektif, dan mengambil keputusan yang tepat adalah kunci untuk membangun bisnis yang berkelanjutan dan tim yang solid.
Semoga kita semua dapat terus belajar dan menjadi pemimpin yang lebih baik.*